Lalu kata Yesus kepadanya: "Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya
( Markus 10 : 52 )
1. YESUS ANAK DAUD
2. PERCAYA MESKI TIDAK MELIHAT
Alkisah pada masa Dinasti Song ada seorang petani yang tidak sabar. Ia merasa padi di sawahnya tumbuh sangat lambat. Akhirnya ia berpikir, “Jika saya menarik-narik padi itu ke atas, bukankah saya membantunya bertumbuh lebih cepat?” Lalu ia menarik-narik semua padinya. Sampai di rumah, dengan bangga ia bercerita kepada istrinya bahwa ia baru saja membantu padinya bertumbuh lebih cepat. Keesokan harinya ia pergi ke sawah dengan bersemangat, tetapi betapa kecewanya ia ketika melihat bahwa semua padi yang kemarin ditariknya ke atas sudah mati. Karena tidak sabar, “usahanya untuk membantu” malah membuatnya rugi besar.
Novel The Kite Runner, karangan Khaled Hosseini, penulis asal Afganistan yang kini tinggal di Kalifornia, Amerika Serikat, mengisahkan dua orang sahabat—yang juga bersaudara tiri—Hasan dan Amir. Hasan sangat setia pada Amir. Ia mau berkorban apa saja untuk Amir. Sebaliknya, Amir juga menyayangi Hasan, walau kadang-kadang—didorong rasa cemburunya—ia bersikap tidak baik terhadap Hasan. Suatu hari, secara diam-diam Amir melihat Hasan dianiaya oleh beberapa anak berandalan. Amir bergumul dalam hati: menolong Hasan dengan risiko ia juga akan dipukuli, atau lari menjauh dan pura-pura tidak tahu. Amir memilih cara kedua, ia melarikan diri. Pilihannya itulah yang kemudian mengubah jalan hidupnya.
Ada gula, ada semut. Peribahasa ini tampak begitu nyata dalam kehidupan orang-orang yang ditinggalkan teman-temannya pada saat mengalami kegagalan. Kenyataan membuktikan bahwa lebih mudah mendapatkan teman pada saat segala sesuatunya berjalan dengan baik, sukses, dan gemilang. Tetapi di saat-saat yang sulit; dalam kebangkrutan, kegagalan dan penderitaan, mereka berpaling pergi. Teman sejati adalah mereka yang tidak meninggalkan temannya sekalipun dalam duka dan keadaan sulit.KISAH SEKUNTUM BUNGA MATAHARI
Yesaya 43:4; Kisah Para Rasul 20:35
Sekuntum bunga matahari tumbuh diantara sampah – sampah dan barang – barang bekas. Bunga matahari itu begitu sedih karena tidak tumbuh di taman yang indah, bersih dan luas seperti teman-temannya yang lain. Di tempat pembuangan sampah dan barang – barang bekas tersebut, tidak ada orang yang menikmati keindahannya, juga tidak ada kupu –kupu yang mau hinggap diatasnya. Bunga matahari tersebut selalu bersedih jika memikirkan nasibnya.
Disuatu pagi yang cerah, seekor burung gereja datang dan hinggap disebuah dahan pohon persis di samping bunga matahari “Hai, kamu kelihatan sangat cantik”, kata burung gereja. “tidak, saya jelek. Lihatlah teman – teman saya yang jauh kelihatan lebih anggun karena tumbuh ditaman yang bersih dan terawatt. Mereka jauh lebih tinggi dan bunganya juga lebih indah”. Jawab bunga matahari sedih. “Tidak menurut saya, kamu jauh lebih cantik,” kata burung gereja. Setelah itu ia terbang meninggalkan bunga matahari. Sejak hari itu, burung gereja selalu mengunjungi bunga matahari dan mereka pun menjadi sahabat.
Hari demi hari, bunga itu memperlihatkan banyak perubahan, warnanya semakin cerah, ia semakin tinggi dan subur. Tetapi beberapa hari kemudian, burung gereja tidak datang lagi menemui bunga matahari. Satu, dua, tiga hari…burung itu tak kunjung muncul. Bunga matahari menjadi cemas apakah yang sudah terjadi terhadap burung gereja. Keesokan paginya, bunga matahari itu diam dan tak berdaya dibawahnya. Dia kelihatan sangat lemah “beberapa hari saya tidak mendapatkan makanan dan saya kini sangat lemah. Saya datang kesini agar mati didekatmu,” kata burung gereja. “jangan …..jangan…….kamu tidak boleh mati,” teriak bunga matahari. Setelah itu, bunga matahari menundukkan kelopak bunganya dan biji-biji bunganya berjatuhan kebawah. Dengan tenaga yang masih tersisa, burung gereja mematuk biji bunga matahari dan memakannya. Ia pun kembali mendapatkan tenaga yang baru. Keesokan paginya ia hendak berterima kasih kepada bunga matahari, tetapi betapa kagetnya dia ketika menemukan kelopak bunga matahari itu telah rontok. “Jangan pikirkan saya, sudah saatnya bagi saya untuk mati. Dulu saya mengira bahwa keberadaan saya disini tidak berguna, tetapi sekarang saya menyadari bahwa Tuhan punya maksud untuk segala sesuatunya. Saya sadar bahwa hidup saya begitu berarti. Kamu sudah menyadarkan saya bahwa hidup saya sangat berarti,” kata bunga matahari.
Saudara, Tuhan punya maksud untuk hidup kita. Dia tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia – sia, jadi buanglah rasa tidak berarti. Temukan dan lakukan sesuatu yang akan memberkati orang lain, dengan demikian hidup kita akan lebih berarti. Berilah juga dorongan kepada mereka yang merasa bahwa hidupnya tidak berarti. Beritahukan kelebihan yang mereka miliki, yang dapat mereka gunakan untuk memberkati sesama.
DOA
Bapa, aku bersyukur karena Engkau punya maksud tertentu dalam hidupku. Pakailah aku untuk memberkati sesame dan memuliakan namaMu. Dalam nama Tuhan Yesus. Amin
KATA BIJAK
Lakukan sesuatu bagi orang lain dan anda akan merasakan kebahagiaan orang lain.
MUTIARA KATA HARI INI
SUAMI TAKUT ISTRI
Kolose 3 : 18 - 19
Diulang tahun ke-60 pernikahan mereka, sepasang suami istri yang sudah mempunyai banyak cucu dab buyut merayakan ulang tahun pernikahan tersebut dengan meriah. Banyak tamu-tamu yang diundang untuk turut menikmati kebahagiaan yang mereka rasakan.Salah satu dari undangan meminta kepada pasangan suami-istri tersebut untuk memberitahukan rahasianya mengapa pernikahan mereka langgeng. Padahal waktu waktu masih pacaran, mereka selalu beradu pendapat dan bertengkar. Sebelum bercerita, sang suami yang kini sudah menjadi kakek itu memandang kepada istrinya sambil tersenyum.
Semua berawal dari bulan madu kami. Waktu itu kami dua berbulan madu di suatu daerah yang sejuk. Disana kami menyewa keledai sebagai tunggangn. Keledai istri saya seoertinya bermasalah jika berjalan. Baru berjalan sekitar 500 meter, istri saya jatuh karena ulah si keledai. Istri saya berdiri dan menempelkan telunjuknya dijidat keledai sambil berkata, “ini peringatan pertama ya”. Setelah itu dia naik lagi. Tetapi belum sampai 300 meter, istri saya jatuh lagi. Sambil menempelkan jari telunjuknya kejidat keledai, istri saya menatap tajam ke mata keledai itu dan berkata “ini peringatan kedua bagi kamu”. Istri saya naik lagi ke keledai nya. Baru berjalan 200 meter, istri saya jatuh lagi. Ia segera berdiri, menempelkan telunjuknya di jidat keledai itu seraya berkata, “ini peringatan terakhir bagi kamu”. Untuk ketiga kalinya istri saya mencoba menunggangi lagi keledai nya. Baru beberapa langkah istri saya terjatuh lagi untuk ke empat kalinya. Ia pun segera mengambil pistol dari tas nya dan menembak mati sang keledai. Melihat tindakan istri saya, tentu saja saya marah kepadanya. Tetapi ia segera mendekati saya, menempelkan telunjuknya di jidat saya dan berkata, “ini peringatan pertama kamu menentang aku.”
Pertama, jangan buat pasangan anda hidup dalam tekanan.
Kedua, mengalah terhadap pasangan sangatlah penting. Salah satu alas an megapa sebuah rumah tangga bisa langgeng adalah karena ada yang mau mengalah. Flp 2:4 mengajarkan agar kita tidak hanya memperhatikan kepentingan kita sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Mengalah merupakan wujud dari kepedulian kepada orang lain.
DOA
Bapa, jadilah kepala atas rumah tangga kami dan berilah kami hati yang saling menghormati, mengasihi dan mau mengalah. Dalam nama Tuhan Yesus aku berdoa. Amin
KATA BIJAK
Pasangan adalah belahan jiwa kita, menyakiti hatinya sama saja menyakiti diri sendiri.
MUTIARA KATA HARI INI
Jika anda terus melatih diri, maka anda tidak hanya akan menjadi orang ahli yang terlatih, tetapi juga akan ahli melatih.
Sumber: Manna Sorgawi Edisi April 2009
Sebuah gereja hendak merayakan ulang tahunnya yang ke - 200. Jemaat mempersiapkan acara yang sangat meriah untuk perayaan ulang tahun tersebut. Orang-orang yang berada disekitar gereja itu turut di undang. Pak Pendeta menyambut dengan ramah semua tamu yang datang, sambil mempersilahkan mereka duduk. Pendeta itu dikenal sebagai orang yang sangat baik, ia disukai oleh jemaatnya dan semua orang yang mengenalnya begitu sayang kepadanya.
Adalah seorang ibu yang juga boleh di sebut sebagai seorang nenek karena sudah mempunyai cucu, bernama Julinah Soenartuti. Usianya sudah mencapai 77 tahun. Orang biasa memanggilnya dengan sebutan Ibu Roedjito. Salah satu hal yang bias diteladani dari Ibu Roedjito adalah semangatnya. Ibu Roedjitoo sangat bersemangat untuk belajar. Bias dibayangkan, diusianya yang sudah 77 tahun tersebut, Ibu Roedjito memperoleh gelar Sarjana Theologia dari sekolah Tinggi Theologia Skriptura, Depok. Tentu saja ada yang pro dan kontra dengan keberhasilan Ibu Roedjito menyandang gelar Sarjana Theologia tersebut. Tetapi sejauh yang terdengar, kebanyakan orang memuji keberhasilannya “Bukan Ibu Roedjito kalau tidak bisa meraih gelar itu,” kata seorang hamba Tuhan yang selalu memantau dan turut membantu dalam keberhasilan Ibu Roedjito. Seorang hamba Tuhan yang lain berkata “ Ibu luar biasa, saya sendiri sudah sering lupa dan tidak bisa mengingat pelajaran-pelajaran”.
Siang itu adik sepupuku datang ke kos dengan membawa tas berisi makanan yang dikirimkan tanteku yang bungsu. Tante yang selama beberapa waktu ini hampir kuabaikan karena kesibukan kerja dan pelayanan. Di sela-sela kesibukannya, tante masih sangat memperhatikanku, terutama ketika aku sakit. Kalau mendengar aku sakit, tante selalu berkata, "Siapa yang mengurus makananmu di kos? Datang saja ke sini karena di sana tidak ada yang mengurusmu, semua temanmu kan kerja. Kau sudah pergi ke dokter? Kalau tidak ada uang beritahu Tante ya, biar tante transfer." Itulah bentuk perhatian tante yang selalu menyejukkan hati.
Di suatu siang, seseorang bertanya, "Musa, mengapa kami disuruh mengoleskan darah kambing domba di ambang pintu dan kedua tiangnya? Mengapa kami tidak boleh keluar rumah di malam ini? "Musa menjawab, "Kamu turuti sajalah dan perhatikan kejadian dahsyat malam nanti." Benar, malam itu terdengar tangisan di negeri itu karena semua anak sulung mati, kecuali anak sulung Musa dan teman-temannya. Paginya Musa berkata, "Mari, kita pergi." "Ke mana?" tanya seseorang. "Ke tempat yang dijanjikan Tuhan," jawab Musa. Mereka pun pergi dalam sebuah perjalanan panjang. Tiba di suatu tempat, tiba-tiba seseorang berteriak, "Musa, pemimpin negeri yang kita tinggalkan sedang mengejar kita. Dia membawa banyak tentara, sedang di depan kita ada laut!" "Tenang saja, Tuhan akan membelah laut ini dan kita bisa berjalan melewatinya." jawab Musa. Terjadilah seperti yang dikatakan Musa. Musa dan teman-temannya berjalan melalui tempat kering, sementara pengejarnya ditenggelamkan oleh air laut yang tiba-tiba saja mengalir kembali menutupi tempat tersebut. Musa dan teman-temannya pun bersukacita. Mereka melanjutkan perjalanan panjangnya dan setelah melewati berbagai tantangan, mereka sampai ke tempat yang dijanjikan Tuhan. Mereka hidup dan beranak-cucu di tempat itu.
Penderitaan dan kematian Yesus di kayu salib sering kita baca atau dengar, tetapi mengapa tidak semua orang percaya mengetahui detail kejadiannya? Kemungkinan karena kita membaca atau mendengarnya secara sepintas saja peristiwa penyesahan dan penyaliban yang dialami oleh Yesus, padahal kalau kita tahu maka kita akan sangat menghargai, bahkan akan mengalami kuasa salib Yesus Kristus.
Disebuah daerah di Papua Nugini, tepatnya di Gini, masih berlangsung perang suku. Perang suku di Gimi yang sudah dimulai sejak tahun 1986 itu dipicu oleh perkelahian di dalam sebuah pertandingan sepakbola yang menewaskan beberapa orang. Perang suku tersebut membuat banyak perempuan harus berjuang sendirian dalam menghidupi keluarganya karena para pria sibuk berperang. Hal ini membuat mereka bosan dan putus asa, serta terus memikirkan jalan keluarnya. Sayang, jalan keluar yang mereka tempuh justru merupakan tindakan kejahatan. Dalam usaha mengakhiri perang suku tersebut, mereka sepakat untuk membunuh bayi laki-laki mereka. Dua perempuan, Rona Luke dan Kipiyona Belas, memilih membunuh bayi laki-laki mereka karena tidak ingin ada perang lagi. "Karena itu, ada kesepakatan di antara kaum perempuan untuk membunuh bayi laki-laki mereka karena sudah tak ingin lagi para pria selalu berperang dan membawa penderitaan bagi mereka," kata kedua perempuan tersebut. Sungguh menyedihkan, untuk mengatasi masalah, mereka justru berbuat salah.